Jumat, 20 Maret 2009

TEATER ANTROPOLOGI

(Barba, Eugenio, The Paper Canoe, London: Routledge, 1995)

TEATER ANTROPOLOGI MENGOLAH ENERGI

Eugènio Barba adalah sutradara teater multikultur yang pertama kali menggagas pendekatan teater antropologi. Teater antropologi adalah kajian sikap panggung pra-ungkap pelaku berdasarkan ragam gaya dan ragam tradisi secara kolektif maupun individual. Dalam konteks teater antropologi, kata “performer” atau pelaku digunakan untuk mengganti kata aktor dan penari baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan kata teater berarti teater dan tari: teater-tari.

Kajian seni pertunjukan saat ini cenderung mementingkan teori, gagasan-gagasan yang utopis, dan menghindari pendekatan empiris. Teater antropologi, sebaliknya, mengkaji wilayah empiris dalam rangka melacak berbagai aturan, teknik, dan estetika yang terkait dengan pertunjukan. Teater antropologi berusaha menemukan teknik dasar dari suatu teknik gerak tubuh. Dengan kata lain, teater antropologi merupakan suatu wilayah investigasi baru yang tidak terkait dengan paradigma antropologi budaya teater atau tari dan bahkan bukan kajian tentang teater dan tari sebagai fenomena pertunjukan seperti yang sering dilakukan oleh para antropolog, namun kajian tentang sikap pra-ungkap pelaku dalam rangkaian situasi dan kondisi pertunjukan. Segala sesuatu terkait dari “pra-gerak” hingga mencapai “gerak yang tercipta” dan berakhir hingga “pemaknaan” yang ingin diutarakan oleh gerak tersebut. Gerak yang dimaksudkan oleh Barba bukan semata gerak fisik tetapi juga gerak batin pelaku.

Di dalam kegiatan teater antropologi, teater tidak lagi terbebani dengan persoalan penggabungan ataupun dikotomi teori dan praktek, serta pemisahan dan peleburan konvensi beberapa genre pertunjukan, tetapi kegiatan teater antropologi membuktikan bagaimana setiap kreativitas pelaku memerlukan kelengkapan kode serta ikon yang mampu mewujudkan reaksi-reaksi tubuh, pikiran, dan batin pelaku.

Menguji coba dan menemukan kode estetis tubuh pelaku, bagi Barba tidak hanya sekedar mengasah gerak fisik dan vokal semata tetapi bagaimana pelaku mempersiapkan dirinya untuk mengarahkan dinamika gerak fisik dan vokal peran kepada penonton. Persiapan diri pelaku menurut Jerzy Grotowski merupakan cara dan media pengungkapan jati diri pelaku demi mempengaruhi katarsis penonton. Dinamika ini yang disebut dengan skoring, yaitu pertemuan antara tubuh pelaku dengan gerak dan vokal yang ditujukan untuk berkomunikasi dengan penonton. Menurut Richard Schechner, skoring atau persiapan diri menjadi bukti adanya restoration of behavior (pembenahan sikap) di mana sikap dibentuk kembali melalui cara “mengosongkan” tubuh. Grotowski menyebut cara ini dengan via negativa. Meskipun “kosong” namun sebenarnya tak ada yang hilang. Justru tubuh dipenuhi oleh energi. Konsep bahasa Jawa kothong ning kebak (kosong tapi isi) tepat untuk melukiskan arti persiapan diri pelaku semacam ini.

Mengosongkan tubuh merupakan upaya pelaku mengolah energi dalam tubuh. Prinsip di dalamnya menggerakkan energi. Artinya, keberhasilan pelaku menerapkan prinsip-prinsip gerak menunjukkan bagaimana pelaku mengolah energi. Barba menyebut kata lain pengolahan energi dengan kata sats: energi yang diam tetapi telah disiapkan sebelum pelaku bergerak. Dalam kondisi ini, energi tersebut dapat diperbesar dalam gerak yang diam. Sesaat sebelum gerak terjadi ketika seluruh tenaga siap dilepaskan tetapi tetap tertahan dan tetap terkontrol, pelaku merasakan energi yang dimilikinya dalam bentuk sats, bentuk persiapan yang dinamis. Pada saat pelaku berpikir tentang gerak, seluruh organ tubuh akan menggerakkannya, maka gerak akan terjadi melalui peregangan. Bahkan dalam posisi pelaku diam, gerak pun terjadi. Ini merupakan titik di mana pelaku memutuskan untuk bergerak. Terjadi kesepakatan antara otot, syaraf, pikiran, dan batin pelaku yang sudah mengarah pada satu tujuan. Hal ini merupakan situasi di mana tubuh-pikir-batin pelaku tergabung bersama sebelum ia memulai bergerak, ngenceng. Artinya, gerak telah tumbuh sebelum berkembang.

Seorang pelaku biasanya mengetahui bagaimana membedakan antara sats dengan gesticulatory inertia (gerakan yang berlangsung tanpa energi). Sats menggabungkan keseluruhan elemen tubuh. Energi yang diakumulasikan dari arah kaki, misalnya, dapat disalurkan menjadi elusan tangan atau menjadi langkah kaki cepat, kedipan mata secara perlahan, atau gerak langkah kaki harimau atau sayap kupu-kupu.

Sats adalah impuls tapi juga kontra impuls. Sats merupakan gerak transisi yang menimbulkan kebaruan dan mencipta postur tubuh yang pas, sehingga terjadi suatu perubahan nada seluruh tubuh. Oleh sebab itu, sats tidak hanya berkaitan dengan diam yang dinamik. Tubuh dipenuhi oleh energi yang menyebabkan gerak tubuh dan intensitasnya berubah serta tiba-tiba tubuh mampu menahan gerak tersebut. Misalnya, ketika pelaku hendak duduk ia berhenti sesaat. Pelaku kemudian kembali pada posisi berdiri, dan akhirnya memutuskan secara tiba-tiba duduk. Posisi tubuh pelaku-dari kehendak untuk duduk, berhenti sesaat, berdiri, kemudian tiba-tiba duduk- tersebut berada dalam sats. Menemukan kehidupan sats, pelaku harus bermain dengan pemahaman kinestetik penonton dan mempertahankan keinginan tahu penonton. Gerak harus tidak terduga oleh penonton.

Tanpa terasa penonton telah dikejutkan tidak oleh “mata” tetapi oleh “mata” rasa, dengan rasa kinestetik. Menghidupkan sats berarti pelaku harus mengetahui bagaimana mengontrol gerak seolah-olah gerak dilihat oleh mikroskop. Seperti dikatakan oleh Vsevolod Meyerhold bahwa kerja aktor merupakan kecerdasan alternatif antara seni peran dan pra seni peran. Bukanlah seni peran yang menarik perhatian kita, tetapi predigra, pra-seni peran, karena adanya harapan yang melahirkan ketegangan lebih besar dalam diri penonton daripada harapan penonton yang terangsang oleh sesuatu yang sudah dirasakan atau belum dicerna. Penonton ingin mengalami hingga mencapai harapan dari gerak tersebut.

Sats adalah kondisi sesaat di mana pikiran berintikan gerak, dan berlangsung menjadi sebuah pikiran-gerak. Hal ini memberi kemungkinan bagi pelaku untuk menampilkan ketepatan teknis bahkan ketika bekerja berdasarkan prosedur “the magic if” dan “emotional memory”.Constantion Stanislavski, dalam latihan di tahun-tahun terakhir kehidupannya, ingin membangkitkan bios panggung seorang aktor yang sudah memiliki pengalaman profesional. Stanislavski menggunakan kata “irama” untuk sats. Akan tetapi Stanislavski menempatkan kata tersebut dalam istilah seni peran yang tidak lazim: “berdiri dengan irama”.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa teknik pra-ungkap tidak muncul dan hilang dengan sendirinya. Seperti halnya sistem syaraf, secara materi teknik ini tidak dapat terpisah dari seluruh kehidupan organ-organ tubuh lainnya, namun dapat dipikirkan sebagai satu keutuhan yang terpisah. Fiksi kognitif tersebut memungkinkan terjadinya intervensi yang efektif. Hal ini tampak abstrak, tetapi benar-benar berguna bagi kerja di tingkat pelatihan. Pada titik ini, pertanyaan yang sangat penting pun muncul, yaitu bagaimana seseorang menghubungkan kerja pada tingkat pra-ungkap dengan wilayah kerja seni peran?

Pertama, teknik pra-ungkap menyiapkan pelaku bagi suatu proses kreatif. Kedua, teknik pra-ungkap mendorong adanya kerjasama wacana pementasan oleh pengamat dengan gaya kreatif seniman. Ketiga, teknik pra-ungkap dapat menjadi penilaian kondisi masyarakat melalui seni peran. Keempat, teknik pra-ungkap mendorong seseorang pengamatan tentang organ-organ teater.

Pelatihan teater saat ini tidak memiliki perkembangan yang berarti dalam memaknai sejarah teater di abad dua puluh ini. Pelatihan teater tidak pernah menjadi arah yang dapat digunakan untuk mengenali kecenderungan yang progresif dari suatu pementasan. Dengan teater antropologi, pelatihan memiliki peran baru, yaitu menjadi suatu hasil akhir daripada sebagai sebuah proses. Meskipun hal ini tidak pernah secara eksplisit dikatakan, dapat ditarik kesimpulan dari pengamatan fakta-fakta tersebut. Istilah bengkel atau studio dari Bengkel Teater Rendra menjadi laboratorium eksperimental yang paralel dengan teater laboratory Grotowski. Moscow Art Theatre adalah studio seni peran yang dikembangkan oleh Stanislavski. Bengkel, studio, laboratorium menjadi sebuah model yang tersebar di antara seniman-seniman muda, di antara profesionalisme dan pendidikan formal.

Teater Antropologi: Mencipta Seni Peran melalui Idon Tradisi

Tugas penting teater antropologi adalah mempelajari prinsip-prinsip mencipta gerak melalui usaha pengulangan. Maksudnya, gerak seorang pelaku tidak pernah ada yang sama. Namun melalui prinsip pengulangan, gerak pelaku memiliki kesamaan, bukan pada teknik namun pada prinsip. Dampak dari mempelajari prinsip pengulangaseni perann adalah, pelaku akan menemukan kodifikasi gerak yang secara tradisi pernah menjadi miliknya; bahkan pelaku akan mengenal kembali tradisi pengkodifikasian yang selama ini telah menghilang.

Barba menunjukkan prinsip-prinsip pengulangan melalui tiga bentuk gerak tubuh. Bentuk pertama adalah gerak tubuh minimal, bentuk kedua adalah gerak tubuh seimbang, bentuk ketiga adalah gerak tubuh berlawanan. Fungsi ketiga bentuk tubuh ini adalah untuk mencipta gerak tubuh keseharian dan gerak tubuh ekstra keseharian. Gerak tubuh adalah bagaimana pelaku menggunakan tubuh dengan cara tertentu. Gerak tubuh di atas panggung digunakan dengan cara yang berbeda dengan gerak tubuh di keseharian. Dalam konteks keseharian, gerak tubuh dikondisikan oleh budaya, status sosial, dan profesi. Budaya yang berbeda menyebabkan gerak tubuh keseharian berbeda, semisal orang menyebut dirinya dengan cara menunjukkan hidung atau dadanya, atau apakah orang berciuman harus dengan pipi ataukah cukup dengan hidung.

Bentuk gerak tubuh minimal. Prinsip pertama menyatakan bahwa gerak tubuh keseharian dapat digantikan oleh gerak tubuh ekstra keseharian di atas panggung. Biasanya gerak tubuh keseharian mengikuti prinsip usaha minimal, yaitu mencapai hasil yang maksimal melalui energi yang bergerak secara minimal. Sebaliknya, gerak tubuh ekstra keseharian berdasarkan pada energi maksimal tapi hasil minimal. Gerak tubuh keseharian menjadi cara untuk berkomunikasi, sedangkan gerak tubuh ekstra keseharian menyampaikan informasi. Tepatnya, kedua gerak tersebut menempatkan tubuh pelaku dalam “posisi”, dan gerak dapat membentuk tubuh pelaku menjadi artistik/artifisial tetapi meyakinkan bagi penonton. Penampilan gerak tubuh ekstra-keseharian di atas panggung menggunakan apa yang disebut teknik.

Bentuk gerak tubuh seimbang. Prinsip kedua berdasarkan pada prinsip keseimbangan. Teknik tubuh ekstra keseharian didasarkan pada perubahan keseimbangan. Tujuannya adalah menolak keseimbangan keseharian/alami. Si pelaku melipatgandakan energi. Energi bertambah tapi gerak yang dihasilkannya minimal. Dengan demikian keseimbangan di sini merupakan suatu stilisasi, atau disebut dengan suatu kodifikasi. Keseimbangan pelaku untuk menjaga tubuh tetap tegak dan bergerak mengisi ruang adalah hasil serangkaian keterkaitan mental dan pikiran serta ketegangan otot-otot. Pada saat ia berdiri tegak dan tidak berada dalam posisi stabil, misalnya, dan bahkan ketika ia beranggapan bahwa ia tidak bergerak, pada saat itu pula berat tubuhnya akan berpindah. Terkadang berat tubuh terasa ada di depan, belakang, kiri, kanan, kakinya. Dalam posisi ini serangkaian ketegangan terjadi agar tidak terjatuh.

Bentuk gerak tubuh berlawanan. Prinsip ketiga yaitu prinsip gerak berlawanan. Prinsip ini dapat ditemukan baik dalam wilayah teater, tari, maupun gerak-gerak mime. Penari Opera Peking bergerak dengan prinsip berlawanan, yaitu setiap gerak harus dimulai dari arah yang berlawanan dengan gerak yang dituju. Demikian juga penari tari Jawa yang memulai geraknya dari arah yang berlawanan. Juga tari India, Balet Klasik, dan tari Bali. Semua bentuk teater tradisional Bali berdasarkan pada bangunan seri gerak berlawanan antara keras dan manis. Istilah keras dan manis dapat digunakan dalam beberapa gerak berbeda dan dalam beberapa posisi tubuh penari. Jika kita mengamati posisi agem, salah satu posisi dasar tari Bali, misalnya, terjadi perubahan tubuh dari posisi keras dengan bagian tubuh posisi manis.

Kemampuan pelaku untuk memindah posisi tubuh atau bergerak secara berlawanan ditentukan oleh kemampuannya untuk “menahan”. Pelaku Cina menyebut istilah menahan dengan kung-fu. Penari Jawa sering menyebutnya dengan ngenceng. Barba menyebut istilah lain untuk posisi menahan atau tahan dengan energi. Menurut Barba, gerak terkait dengan pengolahan dan pemanfaatan energi. Namun energi tidak memiliki bentuk, sehingga Barba mengartikan energi dengan “bagaimana” bukan “apa”. Bagaimana bergerak. Bagaimana bertahan tidak bergerak. Bagaimana membuat penampilan fisiknya dapat dilihat dan bagaimana mengubah bentuknya menjadi sebuah ekspresi estetis. Bagaimana membuat irama pikiran sebagai sesuatu yang tidak tampak menjadi tampak.

1 komentar:

Foto mengatakan...

Terima kasih atas pencerahannya.

PEREMPUAN MENCARI PENGARANG

PEREMPUAN MENCARI PENGARANG