Jumat, 20 Maret 2009

Analisis Tekstual Pertunjukan

Marco de Marinis, 1993. The Semiotics of Performance, terj. Aine O’Heady, (Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press)

Analisis tekstual pertunjukan Marco de Marinis mengungkapkan titik kontak pertemuan antardisiplin dalam kajian teater. Analisis terjadi dengan semua kemungkinan sumbangan teoretis yang ditempatkan dalam paradigma teoretis yang telah mapan, seperti sejarah teater, estetika teater, dan kritik teater. Analisis tekstual pertunjukan menghadirkan “konstruksi” objek teater baru, yaitu teks pertunjukan yang merupakan hasil dari pemahaman pertunjukan teater sebagai suatu objek material dalam paradigma semiotik teater. Analisis juga berfungsi sebagai suatu prinsip penjelasan, seperti suatu model analisis deskriptif, yang terkait dengan fenomena teater yang konkret.

Dengan analisis tekstual, Marinis tidak bermaksud mengusulkan suatu model pertunjukan yang dipahami sebagai suatu model bagi semua pertunjukan, tetapi suatu objek teoretis yang menggambarkan dan memberikan sebanyak mungkin struktur pada suatu aspek pertunjukan teater, yaitu elemen tekstual dan hanya mengacu pada peristiwa yang sedang terjadi. Tujuan analisis tekstual pertunjukan adalah untuk menganalisis elemen pertunjukan, mekanisme progresi tekstual yang membimbing produksi makna, dan keberadaan strategi komunikasi dengan penonton dalam konteks pertunjukan.

De Marinis menyatakan bahwa analisis tekstual pertunjukan digunakan tidak pada semua elemen pertunjukan teater, tetapi pada bahasa dan teknik ekspresi, proses kreatif seniman, dan dinamika komunikasi antara teater dan penontonnya. Di dalam kerja analisis tersebut ditampilkan fenomena lakuan dan kemurnian ekspresi estetis budaya tertentu dengan pelatihannya. Seluruh perhatian analisis tekstual pertunjukan terpusat pada persoalan analisis dan resepsi pertunjukan. Hal tersebut menyebabkan analisis tekstual pertunjukan teater terkait dengan beberapa teori lain, seperti teori teks, interteks, dan resepsi dalam memaknai peristiwa teater.

Pertunjukan teater dipahami sebagai fenomena kesenian yang dihasilkan dari jaringan berbagai elemen ekspresi. Elemen-elemen tersebut diorganisasi untuk menghasilkan sebuah ”rekonstruksi” tekstual yang kemudian menghasilkan suatu produksi komunikasi dan penandaan dari penonton. Beragam elemen ekspresi tersebut merupakan konteks yang diperhitungkan relasinya melalui perbedaan antara cara penyampaiannya dengan tanggapannya. Analisis tekstual pertunjukan de Marinis berfungsi melacak peristiwa-peristiwa teater dengan interpretasi penonton setelah menonton. Dengan menggunakan resepsi penonton, analisis tersebut mengkaji teater dengan mendeskripsikan teater baru dan rekonstruksi teater masa lalu. Di dalam proses rekonstruksi, analisis tekstual pertunjukan menghadirkan kembali konteks pertunjukan yang ”hilang”, yaitu yang ditinggalkan penciptanya. Di dalam mendeskripsikan pertunjukan teater, analisis tekstual pertunjukan membentuk suatu model tersendiri dan langsung yang berfungsi mengembangkan sistem notasinya, yaitu tahapan pelatihan gerak tubuh pelaku, proses penyutradaraan, dan strategi komunikasi dengan penonton di dalam konteks pertunjukan. Lebih dari itu, analisis tekstual pertunjukan teater menumbuhkan tindak penanggapan penonton untuk memaknai peristiwa-peristiwa sosial yang muncul sebagai dampak kehadiran sebuah karya seni. Sebaliknya, kehadiran sebuah karya seni yang mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung tindak penanggapan penonton mencipta sebuah gerakan kebudayaan. Dengan demikian, pertunjukan teater dianalisis secara tekstual jika memiliki persyaratan minimal, yaitu memiliki keutuhan dan keterkaitan antarproperti pertunjukannya yang melibatkan interpretasi penonton.

Tanggapan penonton—termasuk di dalamnya kritikus dan teoretikus—dengan proses pembacaannya menggeser cara menganalisis pertunjukan teater. Pertunjukan teater tidak hanya sebagai hasil ekspresi seniman, tetapi juga sebagai hasil resepsi penonton. Marinis menyebutkan bahwa tanggapan penonton terhadap teks pertunjukan berada di tiga wilayah, yaitu, pertama, wilayah keterkaitan antara teks pertunjukan dengan sumbernya yang berada pada dinamika ucapan dan intensitas komunikasi senimannya. Kedua, wilayah keterkaitan antara satu teks dengan teks lain dengan memilih konteksnya, praktik teks, dan interteks di dalam pertunjukan. Ketiga, wilayah keterkaitan antara teks pertunjukan dan makna dan interpretasi penerimanya.

Menganalisis ketiga wilayah pragmatik di atas dilakukan melalui dua cara, yaitu cara kontekstual dan ko-tekstual. Analisis kontekstual berhubungan dengan aspek eksternal teks pertunjukan, yaitu aspek konteks budaya dan konteks pertunjukan. Konteks budaya terkait dengan hubungan yang dapat diamati antara teks (atau salah satu elemennya) dengan teks lain. Teks lain berarti teks pertunjukan atau bukan teks pertunjukan, tetapi memiliki budaya sinkronis. Konteks pertunjukan berhubungan dengan semua hal yang terkait dengan situasi pertunjukan, ekspresi, dan resepsinya, termasuk tahapan-tahapan pertunjukannya. Misalnya, pelatihan seni peran dan semacamnya, serta semua aktivitas teater lainnya yang menghasilkan saat-saat pertunjukan. Analisis ko-tekstual berkaitan dengan aspek teks pertunjukan secara internal, yaitu materi dan properti pertunjukan serta teknik ekspresinya, keberagaman kode dan perubahan durasi pertunjukan dengan tahapan strukturisasinya, seperti kode dan struktur tekstual.

Adapun analisis tekstual pertunjukan—dapat disebut pula sebagai teori pertunjukan teatrikal—menganalisis:

1. bahasa dan teknik ujaran yang digunakan;

2. proses kreatif seniman;

1. seni peran ”baru” yang mengolah kemurnian dan kekhasan penampilan fisik di dalam dan di antara berbagai ungkapan budaya;

2. pertunjukan yang menggunakan pelatihan eksperimental;

3. pertunjukan dengan beragam cara berkomunikasi antara pelaku dan penonton;

4. gerakan aktor seperti kinesik dan proksemik.

Menganalisis teater dengan teori pertunjukan teater de Marinis merupakan suatu pengembangan kerja analisis semiotik teater. Artinya, bahwa semiotik teater ditempatkan bukan menjadi suatu disiplin kajian, tetapi direduksi menjadi suatu metode. Perubahan ini menyebabkan semiotik teater menjadi kajian multidisiplin dengan karakter metodisnya yang membuka batas wilayah interpretasi pembaca yang beragam. Perubahan wilayah analisis menjadi wilayah metodologis tersebut menunjukkan semiotik mengalami perubahan dalam dirinya sendiri. Fungsi sistem penandaannya dapat berbicara tentang hal yang lain, selain berbicara tentang sistem tanda, yang berkaitan dengan deskripsi pertunjukan teater baru dan rekonstruksi pertunjukan masa lalu. Perubahan semiotik teater dari suatu disiplin kajian menjadi suatu metode mendekatkan teori teater dengan praktik teater. Artinya, analisis tekstual pertunjukan memungkinkan hadirnya suatu teori situasi resepsi pertunjukan yang berkaitan dengan konteks sosial dan evaluasi dari kehadiran seni pertunjukan baru dan maknanya yang diakibatkan perubahan yang terjadi dalam konteks sosialnya. Analisis menghasilkan suatu penulisan yang meminggirkan tanda dan mengabadikan posisi makna yang secara terus menerus menghilangkan tanda.


Tidak ada komentar:

PEREMPUAN MENCARI PENGARANG

PEREMPUAN MENCARI PENGARANG